Pasal Penipuan Judi Slot Online

Pasal Penipuan Judi Slot Online

Pasal 379 KUHP – Penipuan dengan Surat Palsu

Pasal 379 KUHP mengatur penipuan yang dilakukan dengan menggunakan surat atau dokumen palsu, baik itu untuk mendapatkan uang atau barang dari orang lain. Isi Pasal 379 KUHP:

“Barang siapa dengan memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan tipu muslihat, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu, atau memberikan hutang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Penjelasan: Pasal ini khusus mengatur penipuan yang dilakukan dengan menggunakan dokumen atau surat palsu, yang dapat mencakup segala jenis surat yang digunakan dalam transaksi atau kegiatan bisnis. Jika surat palsu digunakan untuk menipu, pelaku bisa dijatuhi pidana penjara hingga 5 tahun.

Pasal tentang Penipuan Online

Pada dasarnya, penipuan online merupakan tindak pidana yang sama dengan penipuan konvensional yang diatur baik dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR (“RKUHP”) yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2025 mendatang.

Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV yaitu Rp200 juta, penjual yang menipu pembeli:

Hanya saja, yang menjadi pembedanya adalah media yang digunakan. Menurut Asril Sitompul, penipuan online dalam e-commerce merupakan penipuan yang menggunakan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan sehingga tidak lagi mengandalkan basis perusahaan yang bersifat konvensional dan nyata.

Adapun UU ITE dan perubahannya tidak mengatur eksplisit mengenai penipuan online. Berikut ini bunyi Pasal 28 ayat (1) UU ITE yaitu setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Namun untuk menentukan apakah seseorang melanggar Pasal 28 ayat (1) UU ITE atau tidak, terdapat beberapa pedoman implementasi yang harus diperhatikan sebagai berikut.

Pasal 264 KUHP – Pemalsuan Dokumen untuk Penipuan

Pasal 264 KUHP mengatur tentang pemalsuan dokumen yang digunakan dalam rangka penipuan atau untuk memperoleh keuntungan secara ilegal. Isi Pasal 264 KUHP:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dengan sengaja memalsukan dokumen atau surat, yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti atau alat transaksi yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”

Penjelasan: Pasal ini berfokus pada pemalsuan dokumen yang digunakan untuk tujuan penipuan. Pemalsuan dokumen dapat mencakup surat perjanjian, akta otentik, atau dokumen resmi lainnya yang digunakan untuk memperoleh keuntungan secara melawan hukum.

Pasal Apa yang Dipakai?

Sebagaimana penjelasan di atas, bahwa rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU 1/2024, Pasal 378 KUHP, dan Pasal 492 UU 1/2023 mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP dan Pasal 492 UU 1/2023 mengatur tentang tindak pidana penipuan, sementara itu Pasal 28 ayat (1) UU 1/2024 mengatur tentang perbuatan menyebarkan berita bohong/informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam transaksi elektronik, misalnya transaksi perdagangan daring .

Walaupun demikian, tindak pidana dalam UU 1/2024, KUHP, dan UU 1/2023 tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU 1/2024 tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP maupun Pasal 492 UU 1/2023.

Jadi, pelaku penipuan tiket konser musik dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP atau Pasal 492 UU 1/2023, akan tetapi dapat juga dijerat dengan Pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 45A ayat (1) UU 1/2024 apabila penipuan dilakukan secara online.

Kemudian menjawab pertanyaan Anda pasal mana yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku penipuan jual beli tiket online, maka bergantung pada pihak penegak hukum untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP atau Pasal 492 UU 1/2023, dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 45A ayat (1) UU 1/2024 . Namun, pada praktiknya, pihak penegak hukum dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam KUHP atau UU 1/2023, dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana UU 1/2024. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penegak hukum dapat menggunakan pasal-pasal tersebut, atau penegak hukum dapat mengajukan dakwaan secara alternatif.

Baca juga: Surat Dakwaan: Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya

Merujuk pada artikel Bentuk-bentuk Surat Dakwaan, dijelaskan bahwa dakwaan alternatif digunakan jika belum didapat kepastian tentang tindak pidana mana yang paling tepat dapat dibuktikan. Dalam dakwaan alternatif, meskipun dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, hanya satu dakwaan saja yang dibuktikan tanpa harus memperhatikan urutannya dan jika salah satu telah terbukti maka dakwaan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi.

Sebagai contoh kasus dapat kita lihat pada Putusan PN Sleman 570/Pid.Sus/2017/PN SMN. Dalam kasus ini, terdakwa menipu korbannya dengan mengadakan promo tiket pesawat palsu secara online. Karena tergiur promosi tersebut, akhirnya korban membeli tiket pesawat melalui terdakwa. Penuntut umum menggunakan dakwaan alternatif. Pada dakwaan kesatu menggunakan Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016. Sedangkan pada dakwaan kedua, penuntut umum menggunakan Pasal 378 KUHP.

Namun, pada putusannya, hakim memutus terdakwa dengan sanksi pidana penjara selama 11 bulan dan denda sebesar Rp5 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama 1 bulan karena telah melakukan tindak pidana menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016.

Jadi berdasarkan uraian di atas sekaligus menjawab pertanyaan Anda tentang kasus menjual tiket konser musik online, pada praktiknya Pasal 378 KUHP atau Pasal 492 UU 1/2023 dan Pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 45A ayat (1) UU 1/2024 dapat digunakan untuk menjerat pelaku penipuan online. Namun demikian, pada akhirnya hakimlah yang menentukan hukuman pidana apa yang dijatuhkan pada pelaku.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1986.

Putusan PN Sleman 570/Pid.Sus/2017/PN SMN, diakses pada Rabu, 26 Juni 2024, pukul 08.23 WIB.

[2] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023

Pasal Penipuan dalam UU ITE 2024

Walaupun UU ITE dan perubahannya tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU 1/2024 sebagai berikut:

Setiap orang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam transaksi elektronik.

Adapun orang yang melanggar Pasal 28 ayat (1) UU 1/2024 berpotensi dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 1/2024.

Lebih lanjut, Lampiran SKB UU ITE menerangkan perihal Pasal 28 ayat (1) UU ITE tentang penyebaran berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, sebelum diubah dengan Pasal 28 ayat (1) UU 1/2024 sebagai berikut (hal. 16-17):

Lantas, untuk menjerat pelaku penipuan online, dalam hal ini penipu tiket konser musik secara online, pasal apa yang dipakai? Apakah KUHP atau UU 1/2024?

Pasal 372 KUHP – Penggelapan dalam Jabatan

Meskipun tidak sepenuhnya masuk dalam kategori penipuan, pasal ini mengatur tentang penggelapan yang berkaitan dengan jabatan atau kepercayaan, yang seringkali juga disertai dengan tindakan penipuan. Isi Pasal 372 KUHP:

“Barang siapa yang dengan sengaja menggelapkan barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang dipercayakan kepadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Penjelasan: Pasal ini berkaitan dengan penggelapan yang sering terjadi dalam konteks pekerjaan atau jabatan. Meskipun bukan penipuan dalam arti yang luas, penggelapan ini bisa melibatkan manipulasi atau kebohongan terkait harta yang dikelola.

Pasal 386 KUHP – Penipuan dalam Transaksi Perdagangan

Pasal 386 KUHP mengatur tentang penipuan yang terjadi dalam konteks transaksi perdagangan, seperti penjualan barang yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan atau penipuan terkait kualitas barang. Isi Pasal 386 KUHP:

“Barang siapa dalam transaksi perdagangan, dengan sengaja mengelabui pihak lain untuk membeli atau menerima barang yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Penjelasan: Pasal ini memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan penipuan dalam perdagangan, seperti menjual barang palsu, barang dengan kualitas yang lebih rendah dari yang dijanjikan, atau menggunakan informasi yang menyesatkan.

Pasal 378 KUHP – Penipuan Umum

Pasal 378 KUHP adalah pasal utama yang mengatur tentang tindak pidana penipuan dalam hukum pidana Indonesia. Pasal ini mengatur mengenai tindakan yang dilakukan dengan cara menipu seseorang untuk mendapatkan keuntungan secara tidak sah. Isi Pasal 378 KUHP:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, atau dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu, atau memberikan hutang, yang dapat mendatangkan kerugian, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Penjelasan: Pasal ini mengatur tentang penipuan dengan menggunakan modus operandi seperti menyamar menggunakan identitas palsu, memberikan informasi yang salah, atau melakukan tindakan yang membujuk korban untuk menyerahkan harta benda atau memberikan pinjaman. Hukuman bagi pelaku penipuan ini adalah penjara maksimal 4 tahun.

Contoh Kasus Penipuan dan Penggelapan

Selanjutnya, kami akan berikan contoh kasus penipuan dan penggelapan. Misalnya, si A hendak menjual mobil miliknya. B lalu menawarkan kepada A bahwa ia bisa menjualkan mobil A ke pihak ketiga. Setelahnya, A menyetujui tawaran B, dan ternyata mobil tersebut kemudian hilang.

Dalam kasus ini, dapat merupakan penipuan dan penggelapan. Termasuk penipuan, jika sejak awal B tidak berniat untuk menjualkan mobil A, melainkan hendak membawa kabur mobil tersebut. Termasuk penggelapan, jika pada awalnya B berniat untuk menjualkan mobil A ke pihak ketiga, namun di tengah perjalanan B berubah niat dan membawa kabur mobil A.

Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

[2] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023

[3] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[4] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[5] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[6] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[7] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[9] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023

[10] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023

[11] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023

[12] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel berjudul Merekomendasikan Orang yang Ternyata Penipu, Bisakah Dipidana yang dibuat oleh Negarawati Ester Benedicta Sihombing, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada Jumat, 23 Juli 2021.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda tentang adakah pidana bagi orang yang “merekomendasikan”, kami perlu menjelaskan lebih lanjut terkait pasal penipuan atau tindak pidana penipuan terlebih dahulu.

Ketentuan Pasal 378 KUHP menerangkan bahwa yang dimaksud dengan penipuan adalah kondisi yang dilakukan oleh siapa pun dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, atau pun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Jika diperhatikan, unsur-unsur dari pasal penipuan tersebut, antara lain:

Lebih lanjut, terkait pasal penipuan, R. Soesilo dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal.261) menerangkan ada sejumlah unsur-unsur tindak pidana penipuan yang perlu diperhatikan, yaitu:

nama yang digunakan bukanlah namanya sendiri, sebagai contoh nama ‘Saimin’ dikatakan ‘Zaimin’, tidak dapat dikatakan menyebut nama palsu, akan tetapi kalau ditulis, maka dianggap sebagai menyebut nama palsu.

atau suatu tipu yang demikian liciknya, sehingga seorang yang berpikiran normal dapat tertipu.

satu kata bohong tidaklah cukup, harus terdapat banyak kata-kata bohong yang tersusun demikian rupa, sehingga keseluruhannya merupakan cerita sesuatu yang seakan-akan benar.

Pasal Penipuan dalam KUHP

Tindak pidana penipuan pada dasarnya diatur dalam dalam Pasal 378 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 492 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[1] yakni pada tahun 2026 mendatang.

Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, kejahatan yang terdapat pada Pasal 378 KUHP dinamakan “penipuan”, yang mana penipu itu pekerjaannya (hal. 261):

Lebih lanjut, berdasarkan Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023, pasal ini adalah ketentuan tentang tindak pidana penipuan, yaitu tindak pidana terhadap harta benda. Perbuatan materiel dari penipuan adalah membujuk seseorang dengan berbagai cara, untuk memberikan barang, membuat utang atau menghapus piutang. Dengan demikian, perbuatan yang langsung merugikan itu tidak dilakukan oleh pelaku tindak pidana, tetapi oleh pihak yang dirugikan sendiri. Perbuatan penipuan baru selesai dengan terjadinya perbuatan dari pihak yang dirugikan sebagaimana dikehendaki pelaku.

Selengkapnya mengenai unsur dan penjelasan pasal penipuan dalam KUHP dan UU 1/2023 dapat Anda simak pada Bunyi dan Unsur Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.